Rabu, 09 Mei 2012

Nunun Hadapi Vonis Pagi Ini
Terdakea Nunun Nurbaetie mendengarkan kuasa hukumnya membacakan nota pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (30/4/2012). Nunun mengungkapkan peranan mantan Deputy Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Goeltom dalam kasus suap anggota DPR melalui pledoi pribadi yang dibacakanya sendiri.

JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dijadwalkan membacakan putusan atas perkara dugaan suap cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004 dengan terdakwa Nunun Nurbaeti, Rabu (9/5/2012). Pembacaan putusan tersebut akan berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kuningan, Jakarta sekitar pukul 10.00 WIB.
Salah satu pengacara Nunun, Mulyaharja mengatakan, kliennya dalam kondisi relatif sehat dan siap menghadapi vonis. Tidak ada persiapan khusus yang dilakukan Nunun menjelang vonisnya. "Harapannya sih Ibu (Nunun) diputus bebas, karena sebagaimana kita ketahui, dakwaan dan tuntutan JPU (jaksa penuntut umum) hanya bersandar pada keterangan Arie Malangjudo," kata Mulya saat dihubungi, Selasa (8/5/2012).
Keterangan Arie Malangjudo yang dijadikan dasar tuntutan jaksa, katanya, berdiri sendiri dan tidak memiliki nilai. "Sehingga secara yuridis kesaksian AM (Arie Malangjudo) tidak punya nilai apalagi tidak berkesesuaian dengan saksi saksi lain, dan juga telah dibantah oleh keterangan ibu NN (Nunun Nurbaeti)sendiri selaku terdakwa," ungkap Mulya.
Dalam persidangan, saksi Arie Malangjudo, mantan direktur operasional di PT Wahana Esa Sembada mengaku diperintah Nunun untuk membagi-bagikan tanda terima kasih ke anggota dewan berupa cek perjalanan yang dibungkus kantong belanja.
Menurut tim jaksa penuntut umum KPK dalam repliknya, keterangan Arie tersebut bernilai membuktikan kalau Nunun memberikan sejumlah cek perjalanan ke anggota DPR 1999-2004.
Keterangan Arie juga dianggap kesesuaian dengan saksi Ngatiran, office boy di kantor Nunun yang mengaku diminta mengantarkan kantong-kantong belanja berisi cek perjalanan ke ruangan Arie sekitar Juni 2004.
Jaksa pun menuntut Nunun dihukum empat tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta yang dapat diganti empat bulan kurungan. Nunun dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menyuap anggota DPR 1999-2004 terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004 yang dimenangi oleh Miranda S Goeltom. Perbuatannya itu dianggap melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tim jaksa juga meminta uang Rp 1 miliar Nunun dirampas negara. Uang tersebut merupakan hasil pencairan 20 lembar cek perjalanan yang masuk ke rekening pribadi Nunun.

Selasa, 08 Mei 2012

Awas Beredar Akun Palsu Facebook Ketua MA!
 
 Hatta Ali, Ketua MA yang baru
JAKARTA - Mahkamah Agung mengeluarkan peringatan atas adanya akun Facebook palsu yang mengatasnamakan Ketua MA Hatta Ali. Pasalnya, akun yang tidak dikendalikan atau dimiliki oleh Hatta Ali tersebut digunakan untuk penipuan.
Peringatan itu tertuang dalam Surat Sekretaris MA Nurhadi Nomor 230-1/SEK/KU.01/5/2012 tertanggal 7 Mei 2012 tentang pemberitahuan tentang akun Facebook palsu. Surat tersebut ditujukan kepada para Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Tinggi yang berada di empat lingkungan peradilan.
Seperti dikutip dari situs resmi MA, www.mahkamahagung.go.id, surat tersebut dengan tegas menyatakan bahwa akun Facebook tersebut tidak dikendalikan ataupun dimiliki oleh Hatta Ali baik selaku Ketua MA maupun sebagai pribadi. Para Ketua PN dan PT diminta untuk meneruskan pemberitahuan ini kepada hakim-hakim di jajarannya.
Surat Sekretaris MA itu ditembuskan juga kepada Ketua MA, para Wakil Ketua MA, para Ketua Muda, dan pejabat eselon I di lingkungan MA. Berdasarkan penelusuran, terdapat lebih dari satu akun Facebook dengan nama Hatta Ali. Masing-masing menggunakan gambar profil yang berbeda-beda.
Terdapat salah satu akun Hatta yang menggunakan logo Mahkamah Agung sebagai foto profil dan akun Hatta Ali yang menggunakan foto Hatta Ali, Ketua MA, dalam jubahnya sebagai hakim agung. Akun dengan foto profil Hatta Ali berjubah itu sering terlihat online pada siang hari.

Senin, 07 Mei 2012

Demokrat Berharap KPK Pilah Harta Angie
 Angelina Sondakh
JAKARTA - Partai Demokrat berharap agar Komisi Pemberantasan Korupsi dapat memilah antara harta Angelina Sondakh alias Angie yang diduga terkait tindak pidana dengan harta warisan suaminya, Alm. Adjie Massaid, ketika melakukan pemblokiran rekening.
"Kalau sebatas harta Angie kita bisa memahami. Tapi diluar itu rasanya agak berlebihan," kata Ketua DPP Partai Demokrat I Gede Pasek Suardika melalui pesan singkat, Senin (7/5/2012).
Sebelumnya, KPK memblokir sejumlah rekening Angie di beberapa bank untuk kepentingan penyidikan terkait kasus dugaan korupsi ketika pembahasan proyek wisma atlet SEA Games yang dibawahi Kementerian Pemuda dan Olahraga dan proyek pengadaan sarana dan prasarana universitas yang digarap Kementerian Pendidikan Nasional.
Pasek mengatakan, pihaknya dapat memahami bahwa pemblokiran rekening untuk penyelamatan kerugian negara. Namun, kata dia, perlu dipilah antara harga Angie dengan warisan lantaran keduanya hal yang berbeda.
"Kasihan kalau dana milik almarhum Adjie juga ikut diblokir. Saya dengar almarhum ketika hidup telah membuka rekening untuk anak-anaknya, dan lainnya," kata Pasek.
Seperti diberitakan, KPK menemukan 16 aliran dana ke Angelina dalam kurun waktu Maret hingga Oktober 2010 yang nilainya miliaran rupiah. Nilai total proyek pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sejumlah universitas negeri yang diduga dikorupsi Angie mencapai Rp 600 miliar.
Total nilai tersebut diperoleh KPK dari proyek pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di 16 universitas negeri yang tersebar di seluruh Indonesia.

Minggu, 06 Mei 2012

Kartu Pengendali BBM Pernah Diuji Coba di Bintan
 ILUSTRASI
JAKARTA — Anggota Komisi VII DPR RI, Satya Widya Yudha, mengatakan bahwa mekanisme kartu pengendali untuk membatasi konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi pernah diberlakukan di Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Dengan mekanisme ini, konsumsi masyarakat terhadap BBM bersubsidi dibatasi per kendaraan per hari.
"Ini pernah diuji coba, pernah didanai oleh APBN. Diuji coba oleh BPH Migas di Pulau Bintan. Itu tahun 2006-2007," kata Satya ketika dihubungi Kompas.com, Sabtu (5/5/2012).
Satya berpendapat, kartu pengendali ini sangat efektif untuk mengontrol volume konsumsi BBM bersubsidi. Kartu ini layaknya kartu kredit yang isinya kuota volume konsumsi BBM bersubsidi. Ketika sampai di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), masyarakat yang mempunyai kartu menggesekkan kartunya pada alat penggesek slot. Misalnya, dalam kartu sudah terisi kuota 20 liter, maka bila si pengemudi mengisi 5 liter akan tersisa 15 liter lagi pada kartu. "Yang bagus itu sudah dikasih maksimum konsumsi per hari," ujar Satya.
Namun, Satya mengatakan bahwa uji coba itu ternyata belum sempurna karena belum full system. Sistemnya belum sampai pada memasukkan identitas si pemilik mobil dan mobilnya. "Kartu itu kan harusnya pakai nama dan belum tentu mobil atas nama dia (si pengguna mobil)," kata Satya.
Satya pernah menyatakan bahwa pemerintah harus melirik mekanisme kartu pengendali demi membatasi konsumsi BBM bersubsidi. Cara ini lebih baik ketimbang menggunakan mekanisme stiker untuk membedakan mana kendaraan yang berhak dan yang tidak mengonsumsi BBM bersubsidi. "Apabila pemerintah belum siap dengan pengendalian menggunakan kartu pengendali atau cara lain seperti stiker itu, tidak akan efektif," kata Satya, Selasa (24/4/2012).

Sabtu, 05 Mei 2012

Presiden PKS: Anis Matta Bersih dari Korupsi
Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq
MALANG - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq, menilai bahwa kader PKS, Anis Matta, yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPR bersih dari praktik dugaan korupsi.
Luthfi malah menyalahkan pengakuan Wa Ode Nurhayati yang menilai bahwa Ans Matta menyalahi prosedur dalam pengalokasian DPPID (Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah).
"Soal kasus Anis Matta yang disebut-sebut Wa Ode terlibat dalam kasus pengalokasoian dana DPPID itu tidak benar. Saya yakin Anis Matta orangnya bersih," kata Luthfi, saat ditanya Kompas.com, Sabtu (5/5/2012) usai menghadiri jumpa pers jelang acara perayaan Milad PKS, di Kota Malang, Jawa Timur.
Di matanya, Anis Matta itu menyelesaikan tugasnya sebagai pimpinan dewan dengan baik dan benar.
"Malah, apa yang disampaikan Wa Ode itu yang tidak benar. Dia (Wa Ode) tidak memahami prosedur yang ada di Badan Anggaran," katanya santai.
Menurut Luthfi hasil simulasi dengan kondisi yang ada sangat berbeda. "Badan anggaran itu hanya perantara atau alat kelengkapan dewan. Tak bisa mengeluarkan surat. Yang bisa mengeluarkan surat hanya pimpinan dewan," jelasnya.
Ditanya apakah kasus yang melibatkan kader PKS Anis Matta ada kepentingan politis untuk menyudutkan PKS, Luthfi menjawab kasus yang menyeret-nyeret Anis itu sangat politis.
"Dominan politisnya dari pada penegakan hukumnya," ujarnya.

Jumat, 04 Mei 2012

KPK Telusuri Pemberi Suap Angie
Angelina Sondakh 
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri pihak yang diduga menyuap Angelina Sondakh terkait pembahasan anggaran di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta di Kementerian Pendidikan Nasional. Juru Bicara KPK, Johan Budi mengatakan, penyidik KPK kemungkinan tengah menelusuri jejak si pemberi suap tersebut.
"Kemungkinan penyidik sudah tahu, kemungkinan juga sedang dicari," kata Johan di Jakarta, Jumat (4/5/2012).
Menurut Johan, bisa jadi pihak yang memberi suap ke Angelina tersebut adalah auktor yang terlibat dalam kasus dugaan suap wisma atlet SEA Games 2011. Mengingat, kasus suap yang menjerat Angelina ini, katanya, merupakan pengembangan kasus wisma atlet yang menjerat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
KPK menetapkan Angelina sebagai tersangka atas dugaan menerima hadiah atau janji terkait pembahasan proyek wisma atlet SEA Games yang dibawahi Kemepora, dan proyek pengadaan sarana dan prasarana universitas yang digarap Kemendiknas. KPK menemukan 16 aliran dana ke Angelina dalam kurun waktu Maret hingga Oktober 2010 yang nilainya miliaran rupiah.
Nilai total proyek pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sejumlah universitas negeri yang diduga dikorupsi Angie, mencapai Rp 600 miliar. Total nilai tersebut diperoleh KPK dari proyek pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di 16 universitas negeri yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sedangkan nilai proyek wisma atlet SEA Games Kemenpora mencapai Rp 191 miliar. Dalam persidangan kasus wisma atlet SEA Games terungkap kalau Grup Permai (perusahaan Nazaruddin) menggelontorkan uang Rp 2 miliar dan Rp 3 miliar ke Angelina dan I Wayan Koster sebagai biaya belanja proyek wisma atlet SEA Games.

Kamis, 03 Mei 2012

Wa Ode: Pimpinan Banggar dan Anis Matta Menyalahi Prosedur
Wa Ode Nurhayati (berkerudung biru). 
JAKARTA — Tersangka kasus dugaan suap pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah 2011, Wa Ode Nurhayati, kembali menegaskan kalau empat unsur pemimpin Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat dan Wakil Ketua DPR Anis Matta menyalahi prosedur dalam pengalokasoian dana DPID.
Hal tersebut diungkapkan Wa Ode seusai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (3/5/2012). Menurut Wa Ode, Kementerian Keuangan yang menjadi mitra Banggar DPR dalam membahas alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) tersebut juga mencium kejanggalan.
Hal tersebut, menurut Wa Ode, terlihat dalam surat yang dikirim Kemenkeu ke Banggar DPR. "Menkeu menyurati 'bapak-bapak anggota Banggar, tolong gelar rapat lagi, ini kesepakatan kita dulu di puncak, ini yang bapak-bapak langgar'," kata Wa Ode, menirukan bunyi surat Kemenkeu tersebut.
Wa Ode menuturkan, surat Kemenkeu tersebut mempertanyakan daerah-daerah yang hilang dalam daftar penerima DPID yang sudah disepakati sebelumnya.
Empat pemimpin Banggar DPR, katanya, memutuskan secara sepihak daerah-daerah yang masuk dalam daftar DPID tanpa melihat kesepakatan dengan Kemenkeu sebelumnya.
"Simulasi ini ditolak sepihak tanpa rapat banggar, lalu dibuat simulasi baru hanya oleh empat orang pemimpin Baggar yang kemudian dikuatkan surat Pak Anis Matta. Ini jelas, jadi bagi saya itu cukup menjadi bukti unprosedural yang dilakukan beliau," ungkapnya.
Kemenkeu pun, lanjut Wa Ode, mengajak Banggar kembali berembuk sebelum mengesahkan daerah-daerah tersebut melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Ajakan Kemenkeu tersebut, menurut Wa Ode, ditolak Anis Matta.
"Dijawab Pak Anis bahwa rapat Banggar final, yang unprosedural ini final, Banggar enggak akan rapat lagi. Lalu Banggar yang mana? Karena kami enggak pernah ditanya Pak Anis mau enggak rapat lagi," ucap Wa Ode.
Sementara itu, Anis Matta menilai tidak ada pelanggaran prosedur yang dilakukannya ataupun pimpinan Banggar DPR. Menurut Anis, dirinya tidak ikut campur dalam pembahasan alokasi dana DPID.
Selaku Wakil Ketua DPR yang membawahi bidang ekonomi dan keuangan, Anis mengaku hanya berperan meneruskan surat dari Banggar DPR ke Kemenkeu.
Surat dari Banggar DPR tertanggal 17 Desember 2010 tersebut menyatakan kalau pembahasan alokasi dana DPID sudah final dan sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
Anis menyampaikan hal itu sebelum dan setelah diperiksa KPK sebagai saksi Wa Ode.