Senin, 23 April 2012

Merayakan Pembunuhan Politik
YUDI LATIF, Pemikir Kebangsaan dan Kenegaraan
Cepatlah ekspresi kemeriahan politik di negeri ini dinamakan ”pesta demokrasi”. Demokrasi dirayakan sebagai festival kolosal, padat modal, penuh kegaduhan, serta ajang perseorangan mengundi nasib dan aji mumpung.
Sejatinya, politik adalah usaha resolusi atas problem-problem kolektif dengan pemenuhan kebajikan kolektif.
Dalam demokrasi sebagai pesta, terjadi surplus politisi, tetapi defisit politik. Politisi bukannya melakukan kerja politik, malahan tega berjemaah membunuh politik bak Malin Kundang yang membunuh ibunya.
Politik adalah dimensi manusia secara keseluruhan. Dasar mengada dari politik adalah kepedulian terhadap konstruksi dan realisasi kebajikan kolektif (collective good). Dengan demikian, suatu kontradiksi jika orang-orang memasuki dunia politik hanya untuk meraih keuntungan pribadi.
Keuntungan pribadi bisa diperjuangkan di pasar barang dan jasa. Namun, di pasar sekalipun, jika semua orang hanya memedulikan keuntungan dan kepentingan sendiri, pada gilirannya akan terjadi bentrokan kepentingan yang bermuara pada hukum rimba: yang bertahan adalah yang terkuat (the survival of the fittest).
Untuk mencegah hal itu, kepentingan pribadi harus memberi ruang bagi kehadiran institusi publik yang dapat menjamin kebajikan hidup bersama. Institusi itu bernama politik. Sejatinya, politik adalah usaha resolusi atas problem-problem kolektif dengan pemenuhan kebajikan kolektif.
Sementara jembatan yang dipakai oleh pribadi-pribadi untuk mempertautkan kepentingan perseorangan ke dalam kepentingan kolektif adalah partai politik. Untuk itu, partai politik harus mencerminkan ide kolektif (ideologi), dipimpin dalam semangat kolektif, dan tetap dalam kendali kolektif.
Keburukan demokrasi kita bermula ketika para politisi dan partai politik tidak melakukan kerja politik untuk kebajikan publik, tetapi kerja ”perdagangan” untuk kepentingan pribadi-pribadi. Dalam politik yang mengalami proses privatisasi, rasionalitas kepentingan individual harus dibayar oleh.......
Penembakan Polisi Malaysia terhadap Tiga TKI Tindakan Barbar
 Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat
JAKARTA — Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat di Jakarta, Selasa (24/4/2012), mengatakan amat keberatan atas kasus penembakan sadis oleh Polisi Diraja Malaysia terhadap tiga tenaga kerja Indonesia asal Pancor Kopong, Pringgasela Selatan, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, yang diduga ingin melakukan penyerangan saat akan ditangkap.
Penembakan di kepala dan juga memberondong peluru ke tubuh korban hingga meninggal jelas tindakan penanganan yang sangat aneh, barbar, sekaligus sadis.
-- Jumhur Hidayat
"Penembakan di kepala dan juga memberondong peluru ke tubuh korban hingga meninggal jelas tindakan penanganan yang sangat aneh, barbar, sekaligus sadis," kata Jumhur.
Jumhur menyatakan telah berkoordinasi dengan pihak Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur dan memperoleh penjelasan, peristiwa penembakan tidak berperikemanusiaan itu terjadi pada 25 Maret 2012 dini hari di kawasan Port Dickson, Malaysia.
Akibat cara penanganan yang tidak patut tersebut, Herman (34), Abdul Kadir Jaelani (25), dan Mad Nur (28) meninggal secara mengenaskan. "Seharusnya kan ada cara lain untuk melumpuhkan para TKI itu dan tidak perlu ditembaki dengan bengis," ujar Jumhur.
Selain keberatan, Jumhur juga memprotes keras tindakan polisi Malaysia karena dianggap terlalu merendahkan nyawa TKI. Ia menambahkan, pemerintah dimungkinkan menyampaikan protes resmi melalui saluran diplomatik ihwal kasus penembakan terhadap ketiga TKI itu.
Terkait dugaan lain jasad TKI itu menjadi korban perdagangan tubuh orang, Jumhur menjelaskan, hal itu masih spekulatif. Karena itu, ia mendukung jika keluarga korban mengajukan permohonan untuk otopsi ulang jenazah TKI yang telah dimakamkan di kampung halamannya pada 6 April 2012 setelah dipulangkan ke Indonesia sehari sebelumnya.
"BNP2TKI akan memfasilitas keinginan keluarga jika ingin melakukan otopsi ulang jenazah untuk mendapatkan kebenaran ada tidaknya dugaan korban perdagangan tubuh orang," ungkap Jumhur.
Ketiga TKI itu berangkat ke Malaysia pada pertengahan 2010 dan bekerja di sektor konstruksi serta perkebunan sawit.