Minggu, 06 Mei 2012

Kartu Pengendali BBM Pernah Diuji Coba di Bintan
 ILUSTRASI
JAKARTA — Anggota Komisi VII DPR RI, Satya Widya Yudha, mengatakan bahwa mekanisme kartu pengendali untuk membatasi konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi pernah diberlakukan di Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Dengan mekanisme ini, konsumsi masyarakat terhadap BBM bersubsidi dibatasi per kendaraan per hari.
"Ini pernah diuji coba, pernah didanai oleh APBN. Diuji coba oleh BPH Migas di Pulau Bintan. Itu tahun 2006-2007," kata Satya ketika dihubungi Kompas.com, Sabtu (5/5/2012).
Satya berpendapat, kartu pengendali ini sangat efektif untuk mengontrol volume konsumsi BBM bersubsidi. Kartu ini layaknya kartu kredit yang isinya kuota volume konsumsi BBM bersubsidi. Ketika sampai di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), masyarakat yang mempunyai kartu menggesekkan kartunya pada alat penggesek slot. Misalnya, dalam kartu sudah terisi kuota 20 liter, maka bila si pengemudi mengisi 5 liter akan tersisa 15 liter lagi pada kartu. "Yang bagus itu sudah dikasih maksimum konsumsi per hari," ujar Satya.
Namun, Satya mengatakan bahwa uji coba itu ternyata belum sempurna karena belum full system. Sistemnya belum sampai pada memasukkan identitas si pemilik mobil dan mobilnya. "Kartu itu kan harusnya pakai nama dan belum tentu mobil atas nama dia (si pengguna mobil)," kata Satya.
Satya pernah menyatakan bahwa pemerintah harus melirik mekanisme kartu pengendali demi membatasi konsumsi BBM bersubsidi. Cara ini lebih baik ketimbang menggunakan mekanisme stiker untuk membedakan mana kendaraan yang berhak dan yang tidak mengonsumsi BBM bersubsidi. "Apabila pemerintah belum siap dengan pengendalian menggunakan kartu pengendali atau cara lain seperti stiker itu, tidak akan efektif," kata Satya, Selasa (24/4/2012).

Sabtu, 05 Mei 2012

Presiden PKS: Anis Matta Bersih dari Korupsi
Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq
MALANG - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq, menilai bahwa kader PKS, Anis Matta, yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPR bersih dari praktik dugaan korupsi.
Luthfi malah menyalahkan pengakuan Wa Ode Nurhayati yang menilai bahwa Ans Matta menyalahi prosedur dalam pengalokasian DPPID (Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah).
"Soal kasus Anis Matta yang disebut-sebut Wa Ode terlibat dalam kasus pengalokasoian dana DPPID itu tidak benar. Saya yakin Anis Matta orangnya bersih," kata Luthfi, saat ditanya Kompas.com, Sabtu (5/5/2012) usai menghadiri jumpa pers jelang acara perayaan Milad PKS, di Kota Malang, Jawa Timur.
Di matanya, Anis Matta itu menyelesaikan tugasnya sebagai pimpinan dewan dengan baik dan benar.
"Malah, apa yang disampaikan Wa Ode itu yang tidak benar. Dia (Wa Ode) tidak memahami prosedur yang ada di Badan Anggaran," katanya santai.
Menurut Luthfi hasil simulasi dengan kondisi yang ada sangat berbeda. "Badan anggaran itu hanya perantara atau alat kelengkapan dewan. Tak bisa mengeluarkan surat. Yang bisa mengeluarkan surat hanya pimpinan dewan," jelasnya.
Ditanya apakah kasus yang melibatkan kader PKS Anis Matta ada kepentingan politis untuk menyudutkan PKS, Luthfi menjawab kasus yang menyeret-nyeret Anis itu sangat politis.
"Dominan politisnya dari pada penegakan hukumnya," ujarnya.

Jumat, 04 Mei 2012

KPK Telusuri Pemberi Suap Angie
Angelina Sondakh 
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri pihak yang diduga menyuap Angelina Sondakh terkait pembahasan anggaran di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta di Kementerian Pendidikan Nasional. Juru Bicara KPK, Johan Budi mengatakan, penyidik KPK kemungkinan tengah menelusuri jejak si pemberi suap tersebut.
"Kemungkinan penyidik sudah tahu, kemungkinan juga sedang dicari," kata Johan di Jakarta, Jumat (4/5/2012).
Menurut Johan, bisa jadi pihak yang memberi suap ke Angelina tersebut adalah auktor yang terlibat dalam kasus dugaan suap wisma atlet SEA Games 2011. Mengingat, kasus suap yang menjerat Angelina ini, katanya, merupakan pengembangan kasus wisma atlet yang menjerat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
KPK menetapkan Angelina sebagai tersangka atas dugaan menerima hadiah atau janji terkait pembahasan proyek wisma atlet SEA Games yang dibawahi Kemepora, dan proyek pengadaan sarana dan prasarana universitas yang digarap Kemendiknas. KPK menemukan 16 aliran dana ke Angelina dalam kurun waktu Maret hingga Oktober 2010 yang nilainya miliaran rupiah.
Nilai total proyek pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sejumlah universitas negeri yang diduga dikorupsi Angie, mencapai Rp 600 miliar. Total nilai tersebut diperoleh KPK dari proyek pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di 16 universitas negeri yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sedangkan nilai proyek wisma atlet SEA Games Kemenpora mencapai Rp 191 miliar. Dalam persidangan kasus wisma atlet SEA Games terungkap kalau Grup Permai (perusahaan Nazaruddin) menggelontorkan uang Rp 2 miliar dan Rp 3 miliar ke Angelina dan I Wayan Koster sebagai biaya belanja proyek wisma atlet SEA Games.

Kamis, 03 Mei 2012

Wa Ode: Pimpinan Banggar dan Anis Matta Menyalahi Prosedur
Wa Ode Nurhayati (berkerudung biru). 
JAKARTA — Tersangka kasus dugaan suap pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah 2011, Wa Ode Nurhayati, kembali menegaskan kalau empat unsur pemimpin Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat dan Wakil Ketua DPR Anis Matta menyalahi prosedur dalam pengalokasoian dana DPID.
Hal tersebut diungkapkan Wa Ode seusai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (3/5/2012). Menurut Wa Ode, Kementerian Keuangan yang menjadi mitra Banggar DPR dalam membahas alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) tersebut juga mencium kejanggalan.
Hal tersebut, menurut Wa Ode, terlihat dalam surat yang dikirim Kemenkeu ke Banggar DPR. "Menkeu menyurati 'bapak-bapak anggota Banggar, tolong gelar rapat lagi, ini kesepakatan kita dulu di puncak, ini yang bapak-bapak langgar'," kata Wa Ode, menirukan bunyi surat Kemenkeu tersebut.
Wa Ode menuturkan, surat Kemenkeu tersebut mempertanyakan daerah-daerah yang hilang dalam daftar penerima DPID yang sudah disepakati sebelumnya.
Empat pemimpin Banggar DPR, katanya, memutuskan secara sepihak daerah-daerah yang masuk dalam daftar DPID tanpa melihat kesepakatan dengan Kemenkeu sebelumnya.
"Simulasi ini ditolak sepihak tanpa rapat banggar, lalu dibuat simulasi baru hanya oleh empat orang pemimpin Baggar yang kemudian dikuatkan surat Pak Anis Matta. Ini jelas, jadi bagi saya itu cukup menjadi bukti unprosedural yang dilakukan beliau," ungkapnya.
Kemenkeu pun, lanjut Wa Ode, mengajak Banggar kembali berembuk sebelum mengesahkan daerah-daerah tersebut melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Ajakan Kemenkeu tersebut, menurut Wa Ode, ditolak Anis Matta.
"Dijawab Pak Anis bahwa rapat Banggar final, yang unprosedural ini final, Banggar enggak akan rapat lagi. Lalu Banggar yang mana? Karena kami enggak pernah ditanya Pak Anis mau enggak rapat lagi," ucap Wa Ode.
Sementara itu, Anis Matta menilai tidak ada pelanggaran prosedur yang dilakukannya ataupun pimpinan Banggar DPR. Menurut Anis, dirinya tidak ikut campur dalam pembahasan alokasi dana DPID.
Selaku Wakil Ketua DPR yang membawahi bidang ekonomi dan keuangan, Anis mengaku hanya berperan meneruskan surat dari Banggar DPR ke Kemenkeu.
Surat dari Banggar DPR tertanggal 17 Desember 2010 tersebut menyatakan kalau pembahasan alokasi dana DPID sudah final dan sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
Anis menyampaikan hal itu sebelum dan setelah diperiksa KPK sebagai saksi Wa Ode.

Rabu, 02 Mei 2012

Inilah Sebagian Data Aliran Uang ke Angelina
 Angelina Sondakh
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki bukti adanya 16 kali aliran uang miliaran rupiah dan ratusan dollar Amerika Serikat ke Angelina Sondakh, terkait dugaan korupsi di Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Mei, KPK menemukan dua bukti aliran uang ke Angelina sebesar Rp 2,5 miliar dan Rp 3 miliar. Juni, KPK menemukan bukti Angelina menerima Rp 3 miliar, 2 miliar dan 100.000 dollar AS. Oktober, KPK punya bukti Angie menerima Rp 3 miliar
Aliran uang yang diduga hasil korupsi tersebut diterima Angelina sepanjang tahun 2010. Inilah sebagian data aliran uang ke Angelina.
Pada bulan Maret mengalir uang sebesar Rp 70 juta. Pada bulan berikutnya, Maret, jumlahnya meningkat drastis menjadi 100.000 dollar Amerika Serikat (AS).
Di bulan Mei, KPK menemukan dua bukti aliran uang ke Angelina. Pertama sebesar Rp 2,5 miliar, yang berikutnya Rp 3 miliar.
Pada bulan Juni, KPK menemukan bukti Angelina menerima tiga kali aliran dana. Pertama sebesar Rp 3 miliar, kedua Rp 2 miliar dan ketiga sebesar 100.000 dollar AS.
Tak berhenti di bulan Juni, KPK kembali mendapatkan bukti adanya aliran uang ke Angelina pada bulan Oktober. Jumlahnya mencapai Rp 3 miliar.
Salah seorang pejabat KPK yang tak mau disebut identitasnya membenarkan adanya bukti aliran uang ke Angelina terkait kasus korupsi di Kemenpora dan Kemendikbud. "Bukti ini kami peroleh dari catatan keuangan Grup Permai dan sejumlah pengakuan saksi-saksi," kata pejabat tersebut.
Juru Bicara KPK Johan Budi juga mengakui adanya bukti aliran dana ke Angelina yang dimiliki KPK.
"KPK memang menemukan adanya dugaan aliran dana kepada Angelina. Namun saya tidak mendapatkan datanya. Itu penyidik yang tahu dan jubir tidak bisa menyampaikan data di penyidikan," katanya.
Pengacara Angelina, Teuku Nasrullah, Senin lalu mengaku masih belum tahu substansi perkara dugaan korupsi yang melibatkan kliennya. Nasrullah mengatakan, pemeriksaan terhadap Angelina yang kembali dijadwalkan Kamis besok diharapkan bisa dilakukan secara maraton.
"Karena Angie ingin cepat selesai dan pertanyaan-pertanyaan dari media dapat kami jawab. Karena Angie merasa sangat kecewa, materi pemeriksaan beliau belum menyangkut persoalan yang dipersoalkan tetapi media sudah duluan tahu materi itu, sehingga saat dikonfirmasi kepada saya, saya (belum tahu) mesti jawab apa?" katanya. 

Selasa, 01 Mei 2012

Ongkos Produksi Bisa Dijadikan Alasan Kurangi Hak Pekerja
 Rieke Dyah Pitaloka
JAKARTA,  - Pemerintah didesak memperhatikan masalah besarnya ongkos produksi yang harus dikeluarkan industri.

Tingginya ongkos produksi dinilai dijadikan alasan bagi pengusaha untuk mengurangi hak-hak pekerja.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Rieke Dyah Pitaloka menilai saat ini belum ada perlindungan terhadap industri dalam negeri.

Untuk itu, dia meminta agar pemerintah memastikan penghapusan pungutan liar, reformasi birokrasi, perbaikan infrastruktur, dan memberikan subsidi energi bagi industri dalam negeri.
"Juga keringanan pajak bagi pengusaha. Kesemuanya itulah yang saat ini belum tercipta sehingga menjadi salah satu alasan bagi pemberi kerja. Karena ongkos produksi tinggi, akibatnya efisiensi diarahkan pada pengurangan hak-hak buruh dan pekerja," kata Rieke melalui pesan singkat menyikapi Hari Buruh Sedunia atau MayDay, Selasa ( 1/5/2012 ).
Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Demokrat, Nova Riyanti Yusuf atau akrab disapa Noriyu meminta pemerintah segera merevisi Peraturan Menteri Nomor 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kehidupan Layak. Menurut dia, Permen itu tidak relevan dengan standar hidup layak.
"Masak sarana kesehatan berupa pembalut, alat cukur, obat anti nyamuk, potong rambut? Kita sudah punya Undang-Undang BPJS I, disesuaikanlah," kata Noriyu.
Dia juga berharap Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi memegang peran aktif dalam proses tripartit antara buruh dan pengusaha agar tidak lagi ada kisruh penentuan upah minimum regional atau kota.
"Perlu keyakinan psikologis para investor asing untuk berminat menanamkan modalnya di Indonesia bahwa Indonesia sangat kondusif. Hal ini tidak bisa semata-mata dibebankan kepada buruh untuk menunjukkan sikap damai buruh," kata Noriyu.
Rieke mengatakakan, aksi MayDay yang akan diikuti oleh buruh, mahasiswa, dan berbagai elemen masyarakat hari ini akan dimulai dari Bundaran Hotel Indonesia pukul 10.00 WIB. Setelah itu, kata dia, massa akan bergerak ke Gelora Bung Karno untuk mendeklarasikan lahirnya Majelis Pekerja/Buruh Indonesia.

Senin, 30 April 2012

KPK Yakin Anas Terlibat di Proyek Hambalang
Anas Beri Keterangan - Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum menjawab pertanyaan wartawan saat menunggu istrinya Athiyyah Laila memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/4/2012). Sebelumnya, Athiyah datang dan dimintai keterangan oleh penyidik KPK terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi pembangunan infrastruktur olah raga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat senilai Rp1,5 triliun.

JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi yakin Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum terlibat dalam proyek pembangunan kompleks olahraga terpadu di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih dalam tahap menyelidiki proyek bernilai Rp 1,5 triliun yang diduga dikorupsi tersebut. Ihwal keyakinan KPK atas keterlibatan Anas di proyek Hambalang ini diungkapkan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.
Menurut Bambang, KPK telah mendapatkan pengakuan dari anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Ignatius Mulyono, bahwa dia diperintah Anas ikut membereskan sertifikat tanah untuk proyek Hambalang. "Kan, sudah ada keterangan kalau Ignatius Mulyono disuruh Anas menyelesaikan sertifikat tanah untuk Hambalang," kata Bambang.
KPK kemudian menelisik bagaimana akhirnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengeluarkan sertifikat tanah tersebut. Peran Ignatius muncul pertama kali dalam berita acara pemeriksaan (BAP) KPK terhadap mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Dalam BAP, Nazaruddin mengungkapkan, karena berada di Komisi II DPR, Ignatius diminta bertemu Kepala BPN Joyo Winoto.
Salah satu mitra kerja Komisi II DPR memang BPN. Masih menurut Nazaruddin, sebelumnya dia ditanya Anas siapa yang bisa membereskan masalah sertifikasi tanah untuk proyek Hambalang. Nazaruddin yang saat itu masih menjabat sebagai bendahara umum partai dan Fraksi Partai Demokrat di DPR pun menyodorkan nama Ignatius kepada Anas.
Nazaruddin juga menuding ada uang yang mengalir dari PT Adhi Karya kepada Anas, yang digunakan untuk pemenangan pemilihan ketua umum partai dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung. Pengacara Anas, Patra M Zen, mengatakan yakin kliennya sama sekali tak bersalah. Dia pun meminta media hati-hati mengutip kronologi setiap kejadian yang melibatkan Anas.
Dia mencontohkan, Nazaruddin menuding ada kaitan suap proyek wisma atlet dengan pemenangan Anas di DPR. "Nyatanya Kongres Partai Demokrat itu tahun 2010 dan aliran uang dari suap wisma atlet itu terjadi tahun 2011. Saya yakin Mas Anas dan Ibu enggak ada masalah secara hukum," kata Patra.